𝐌𝐚𝐤𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐏𝐞𝐫𝐤𝐞𝐦𝐛𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐢𝐝𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐈𝐬𝐥𝐚𝐦 𝐌𝐚𝐬𝐚 𝐁𝐚𝐧𝐢 𝐔𝐦𝐚𝐲𝐲𝐚𝐡

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:

Sejarah Pendidikan Islam

Dosen pengampu: Dr. Syeh Hawib Hamzah, S.Ag


Disusun Oleh:

Wulan Nur Safitri (1911101100)

 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SAMARINDA

2020/2021




KATA PENGANTAR

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا وَحَبِيْبِنَا وَقُرَّةِ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أما بعد

Allhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan  makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya tentu kami tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang diutus sebagai rahmat bagi semesta alam, berserta keluarga dan para sahabatnya serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Syeh Hawib Hamzah, S.Ag selaku dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang telah membimbing kami.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu diharapkan kontribusi dari berbagai pihak dalam mengoreksi dan menilai untuk perbaikan kedepannya.


Handil, 28 September 2020

                                           Penulis

 

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulis

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Terbentuknya Dinasti Bani Umayyah
B. Sistem Pendidikan Pada Masa Dinasti Bani Umayyah
C. Macam-macam Ilmu yang Berkembang Pada Masa Dinasti Umayyah
D. Lembaga Pendidikan Masa Dinasti Umayyah
E. Tokoh-tokoh Pendidikan Pada Masa Dinasti Bani Umayyah

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA


BAB I 
PENDAHULUAN
 

A. Latar Belakang

      Selama kurang lebih 91 tahun Dinasti Umayyah berkuasa, pendidikan Islam mulai tumbuh dan berkembang seiring dengan perluasan wilayah kekuasaan umat Islam yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi politik pada saat itu. Perkembangan ilmu pengetahuan bukan hanya terbatas pada bidang keagamaan saja tetapi dalam bidang teknologi dan militer serta administrasi pemerintahan juga banyak yang telah direformasi.

     Banyak jasa dan kemajuan dalam pembangunan yang telah diukir oleh masing-masing khalifah Dinasti Umayyah selama mereka berkuasa, di antaranya adalah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan, penertiban angkatan bersenjata dan mata uang, bahkan jabatan hakim (qadhi) menjadi profesi tersendiri. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan mendapat dukungan yang tingi dari masyaakat dan pemerintah.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang disusun oleh Penulis :

  1. Bagaimanakah sejarah singkat terbentuknya dinasti bani umayyah?
  2. Bagaimanakah sistem pendidikan pada masa dinasti bani umayyah?
  3. Apa saja macam-macam ilmu yang berkemb-ang di masa bani ummayah?
  4. Apa saja lembaga dan kurikulum  pendidikan yang ada di masa bani ummayah?
  5. Siapa saja tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah beserta  kontribusinya?

C. Tujuan

  1. Mengetahui sejarah singkat terbentuknya dinasti bani umayyah?
  2. Mengetahui sistem pendidikan pada masa dinasti bani umayyah?
  3. Mengetahui macam-macam ilmu yang berkembang di masa bani ummayah? 
  4. Mengetahui lembaga dan kurikulum pendidikan yang ada di masa bani ummayah?
  5. Mengetahui tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah beserta kontribusinya?

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Sejarah Singkat Terbentuknya Dinasti Bani Umayyah

       Dinasti Umayyah adalah kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Mu'awiyah ibn Abi Sofyan berasal dari suku Quraisy keturunan Bani Umayyah. Nama lengkapnya ialah Muawwiyah bin Abi Harb bin Umayyah bin Abdi Syam bin Manaf. Ia merupakan khalifah pertama dinasti ini yaitu pada tahun 41 H/661 M. tahun ini disebut dengan 'Aam al-Jama'ah karena pada tahun ini semua umat Islam sepakat atas ke-khalifah-an Mu'awiyah dengan gelar Amir al-Mu'minin.[1]

      Berdirinya dinasti Bani Umayyah ini dilatarbelakangi oleh peristiwa tahkim pada perang Siffin. Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, Muawiyah bin Abi Sufyan beserta sejumlah sahabat lainnya angkat bicara di hadapan manusia dan mendorong mereka agar menuntut darah Utsman dari orang-orang yang telah membunuhnya[2] Tragedi kematian Utsman bin Affan, selanjutnya dijadikan dalih untuk mewujudkan “ambisi” Muawiyah dan pengikutnya untuk menuntut kepada khalifah Ali sebagai pengganti Utsman agar dapat menyerahkan para pembunuh Utsman kepada mereka namun karena tuntutan tersebut tidak dipenuhi maka pihak Muawiyah menjadikannya sebagai alasan untuk tidak mengakui kekhalifahan Ali bin Abi Thalib dan memisahkan diri dari pemerintahan pusat.

       Dinasti Bani Umayyah berkuasa selama 90 Tahun, sejak 41 H/661 M sampai dengan 132 H/750 M. Muawiyyah bin Abi Sufyan merupakan pendiri Dinasti Bani Umayyah. Ia juga khalifah pertama dari 14 khalifah Bani Umayyah. Adapun nama-nama khalifah Bani Umayyah yang tergolong menonjol adalah Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680), Abd al-Malik ibn Marwan(685-705 M), al-Walid ibn Abd al-Malik (705-715 M), Umar ibn Abd al-Aziz(717-720 M), dan Hisyam ibn Abd al-Maalik (724-743 M).[3]

       Di antara program besar pada masa kekhalifahan Bani Umayyah, adalah perluasan wilayah Islam. Di zaman Muawiyah, Tunisa dapat ditaklukan. Di sebelah Timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Axus dan Afghanistan hingga ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium dan Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd al-Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana, dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punyab sampai ke Maltan.[4]

       Pada awalnya pemerintahan Dinasti Umayyah bersifat demokrasi lalu berubah menjadi feodal dan kerajaan. Pusat pemerintahannya bertempat di kota Damaskus, hal itu hal ini dimaksudkan agar lebih mudah memerintah karena Muawiyah sudah begitu lama memegang kekuasaan di wilayah tersebut serta ekspansi teritorial sudah begitu luas.[5]

      Dinasti Umayyah dibedakan menjadi dua: pertama, Dinasti umayyah yang dirintis oleh Muawiyah Bin Abi Sufyan (661-680M) yang berpusat di Damaskus (Syiria). Fase ini berlangsung sekitar satu abad yang mengubah system pemerintahan dari khilafah menjadi monarki (mamlakat). Kedua, Dinasti Umayah di Andalusia, yang awalnya merupakan wilayah taklukan Umayyah yang di pimpin seorang gubernur pada zaman Walid Bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M) yang kemudian menjadi kerajaan.[6]

 

B. Sistem Pendidikan Pada Masa Dinasti Bani Umayyah

      Pola pendidikan pada masa dinasti Umayyah sudah mengarah kepada pendidikan yang berifat desentralisasi, artinya pendidikan tidak hanya terpusat di ibu kota Negara saja tetapi sudah dikembangan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring dengan ekspansi teritorial. Sistem pendidikan ketika itu belum memiliki tingkatan dan standar umur. Kajian keilmuan yang ada pada masa ini berpusat di Damaskus sebagai pusat kota pemerintahan, Kuffah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainya, seperti Basrah, dan Irak, Damsyik dan Palestina, dan Fistat.(Mesir).[7] Sebagaimana yang disampaikan oleh Philip K. Hitti, masa pemerintahan Dinasti Umayyah merupakan masa inkubasi, maksudnya adalah masa ini peletakan dasar-dasar kemajuan pendidikan selanjutnya dan intelektual muslim berkembang pada masa ini.[8]

   Dari penelusuran terhadap beberapa literatur kesejarahan, peta pendidikan Islam di masa pemerintahan Bani Umayah ini setidaknya dapat dipahami dari tiga sudut pandang, yaitu materi pendidikan (aspek ontologis), bentuk pendidikan yang mencakup metode, anak didik, pendidik, instrumen, dan lingkungan (aspek epistemologis), dan tujuan pendidikan (aspek aksiologis). Dari sudut pandang ini, diharapkan tergambar peta sistem pendidikan Islam di masa Dinasti Umayah.[9]

a. Segi Kurikulum atau Materi Pendidikan (aspek ontologis)

        Secara ontologis, pendidikan dapat dipahami dari dua ranah, yaitu ranah personal dan ranah sosial. Pendidikan pada ranah personal memiliki fokus utama pada pengembangan potensi dasar manusia; dan pada ranah sosial memfokuskan kepada pewarisan nilai-nilai budaya dari satu generasi kepada generasi lain agar nilai-nilai itu terus hidup di masyarakat.

    Pada masa Pemerintahan Bani Umayah, ontologi pendidikan Islam ini tergambar dari materi pendidikan yang bersumber dari Alquran dan hadis. Kedua sumber ajaran Islam ini diajarkan atau ditransmisikan melalui sistem periwayatan (al-ma’tsur) yang ketat. Oleh karenanya, istilah menuntut ilmu di masa itu lebih identik dengan menuntut atau mencari dan mengkonfirmasikan hadis-hadis, sehingga setiap materi yang belakangan termasuk dalam disiplin tafsir dan ulum al-Qur’an, fiqh, akidah, akhlak (tasawuf), tata bahasa Arab (nahwu), dan tarikh (sejarah) di kala itu masih sangat tergantung dengan sistem periwayatan ini.[10] Pada masa ini materi pendidikan Islam mulai kelihatan semakin bervariasi, di mana sudah terdapat konsentrasi kajian tafsir, konsentrasi fiqh, konsentrasi akidah, konsentrasi qiraah, konsentrasi hadis, dan sebagainya.

    Pada masa bani Umayyah, pakar pendidikan Islam menggunakan kata al-Maddah untuk pengertian kurikulum. Karena pada masa itu kurikulum lebih identik dengan serangkaian mata pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam tingkat tertentu. Berikut ini adalah macam-macam kurikulum yang berkembang pada masa bani Umayyah:

1) Kurikulum Pendidikan Rendah

           Sebelum berdirinya madrasah, tidak ada tingkatan dalam pendidikan Islam, melainkan hanya satu tingkat yang bermula di Kuttab dan berakhir di diskusi halaqah. Tidak ada kurikulum khusus yang diikuti oleh seluruh umat Islam karena terdapat kesukaran ketika ingin membatasi mata pelajaran yang membentuk kurikulum untuk semua tingkat pendidikan yang bermacam-macam. Pertama, tidak adanya kurikulum yang terbatas, baik untuk tingkat rendah maupun untuk tingkat penghabisan, kecuali Alquran yang terdapat pada kurikulum. Kedua, kesukaran di antara membedakan fase-fase pendidikan dan lamanya belajar karena tidak ada masa tertentu yang mengikat murid-murid untuk belajar pada setiap lembaga pendidikan.[11]

2) Kurikulum Pendidikan Tinggi

       Kurikulum pendidikan tinggi bervariasi tergantung pada syaikh yang mau mengajar. Para mahasiswa tidak terikat untuk mempelajari mata pelajaran tertentu, demikian juga guru tidak mewajibkan kepada mahasiswa untuk mengikuti kurikulum tertentu. Mahasiswa bebas untuk mengikuti pelajaran di sebuah halaqah dan berpindah dari sebuah halaqah ke halaqah yang lain, bahkan dari satu kota ke kota lain. Menurut Rahman, pendidikan jenis ini disebut pendidikan orang dewasa karena diberikan kepada orang banyak yang tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan mereka mengenai Alquran dan agama.

b. Segi Metode Pendidikan (Aspek Epistemologis)

    Pendidikan Islam di masa Dinasti Umayah tampaknya masih didominasi oleh metode bayani, terutama selama abad I H, yaitu pendidikan yang masih bertumpu dan bersumber pada nash-nash agama yang kala itu terdiri atas Alquran, sunnah, ijmak, dan fatwa sahabat. Dengan metode bayani, pendidikan Islam kala itu lebih bersifat eksplanatif, yaitu sekedar menjelaskan ajaran-ajaran agama saja. Baru pada masa-masa akhir pemerintahan Umayyah metode burhani mulai berkembang di dunia Islam, seiring dengan penerjemahan karya-karya filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Selain itu ada pula metode ceramah dan demonstrasilah yang banyak digunakan dalam institusi-institusi pendidikan yang ada di zaman itu. Kemudiandikarenakan adanya penggalakkan pencarian hadis-hadis yang tersebar pada masa Pada masa Umar bin Abdul ‘Aziz maka dapat pula dikatakan selain metode ceramah dan demonstrasi adapula metode menghafal dan metode rihlah guna bepergian mencari hadis Nabi Muhammad Saw kepada orang-orang yang dianggap mengetahuinya di berbagai tempat.

c. Segi Tujuan Pendidikan (Aspek Aksiologis)

     Dari segi tujuan, pendidikan Islam di masa Bani Umayah dapat dikatakan masih merupakan kelanjutan dari masa khulafa al-Rasyidin, yang sebagaimana dikatakan oleh Samsul Nizar, secara ideal dan global tujuan pendidikan Islam yang berkembang kala itu masih relatif seragam, yaitu bertujuan sebagai wujud pengabdian baik secara vertikal kepada Allah swt maupun secara horisontal kepada manusia dan alam. Adapun secara khusus, tujuan pendidikan di masa itu tergantung jenjang pendidikan yang ditempuh, yaitu:

  1. Pada jenjang Kuttab, tujuan pendidikan adalah untuk memenuhi kebutuhan keilmuan dasar agama dan keilmuan serta kecakapan hidup sehari-hari seperti membaca, menulis, dan berhitung.
  2. Pendidikan privat istana juga memiliki tujuan seperti Kuttab, hanya saja pendidikan istana juga menekankan pada penguasaan bahasa Arab yang fasih.
  3. Pada jenjang halaqah, karena kebanyakan yang diajarkan adalah ilmuilmu syar’i, maka pendidikan bertujuan untuk mendalami masalah-masalah agama yang bersifat praktis bagi kehidupan sehari-hari.
  4. Pada bentuk majelis sastra, pendidikan secara umum bertujuan untuk mendalami masalah-masalah di bidang sastra dan sejarah, di samping untuk mengevaluasi wacana-wacana keagamaan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.

       Di samping itu, karena pendidikan di masa ini belum banyak dipengaruhi oleh pemerintah, maka watak pendidikan yang ada lebih bersifat alami dan kultural. Dari perspektif aksiologis semacam ini, bisa dikatakan tidak ada syarat formal yang berlaku ketat bagi seorang murid untuk menuntut ilmu yang secara nyata sering menghalangi atau membelokkan niat dan tujuan seseorang.


C. Macam-macam Ilmu yang Berkembang di Masa Bani Ummayah

     Lengkapnya ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah[12]:

  1. Ilmu agama, seperti: Al-Qur’an, Hadist, dan Fiqh. Proses pembukuan Hadist terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan  pesat.
  2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
  3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, saraf, dan lain-lain.
  4. Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa      asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung.
  5. Ilmu kimia, kedokteran dan astrologi, dalam ilmu pengobatan awalnya masih bersumber pada pengobatan tradisional yang diterapkan Nabi, yang di antaranya adalah mengeluarkan darah dengan gelas (bekam). Kemudian pengobatan ilmiah Arab banyak yang bersumber dari Yunani, sebagian dari Persia. Adapun daftar dokter pertama pada masa Dinasti Umayyah ditempati oleh al-Harits ibn Kaladah46 (w. 634) yang berasal dari Thaif, yang kemudian menuntut ilmu ke Persia. Harits ibn kalabah itu merupakan orang Islam pertama yang menerjemahkan buku-buku berbahasa Yunani dan Koptik tentang Kimia, Kedokteran, dan Astrologi.

D. Lembaga Pendidikan Dinasti Umayyah  

  1. Kuttab 
    Kuttab secara kebahasaan berarti tempat belajar menulis. Istilah sejenisnya adalah maktab.[13] Menurut Samsul Nizar, jika dilihat di dalam sejarah pendidikan Islam pada awalnya dikenal dua bentuk Kuttab, yaitu: (1) Kuttab berfungsi sebagai tempat pendidikan yang memfokuskan pada tulis baca; dan (2) Kuttab tempat pendidikan yang mengajarkan Al Quran dan dasar-dasar keagamaan.[14] Peserta didik dalam Kuttab adalah anak-anak. Para guru yang merupakan ulama atau setidaknya orang yang ahli dalam membaca Alquran tidak membedakan murid-murid mereka, bahkan ada sebagian anak miskin yang belajar di Kuttab memperoleh pakaian dan makanan secara gratis. Anak-anak perempuan pun memperoleh hak yang sama dengan anak-anak laki-laki dalam belajar.[15]
  2. Halaqah (mesjid)
    Pada Dinasti Umayyah, masjid merupakan tempat pendidikan tingkat menengah dan tingkat tinggi setelah Kuttab. Materi pendidikannya meliputi Alquran, tafsir, hadis dan fiqh. Juga diajarkan kesusasteraan, sajak, gramatika bahasa, ilmu hitung dan ilmu perbintangan (astronomi). Pada Dinasti Umayyah ini, masjid sebagai tempat pendidikan terdiri dari dua tingkat yaitu: tingkat menengah dan tingkat tinggi. Hal ini misalnya dapat dilihat pada halaqah-halaqah kecil menjelang akhir abad I H di Mesjid Nabawi. Sedangkan pada tingkat tinggi gurunya adalah ulama yang dalam ilmunya dan masyhur kealiman dan keahliannya, seperti Hasan al-Bashri dengan halaqah besarnya di Mesjid Bashrah, atau Sa’id ibn al-Musayyab di Mesjid Nabawi. Orang-orang yang menjadi murid pada lembaga halaqah adalah orang dewasa tanpa dibatasi oleh usia. Bahkan, sebagian anak-anak yang sudah menyelesaikan pendidikan dasar di Kuttab juga diperkenankan untuk mengikuti pengajian-pengajian halaqah.
  3. Pendidikan Privat Istana
    Bagi orang yang berkemampuan, terlebih khusus bagi kalangan istana, mereka biasa mendidik anak-anak mereka di tempat khusus yang mereka inginkan dengan guru-guru yang didatangkan secara khusus pula. Bentuk pendidikan semacam ini sebenarnya dapat dilihat benang kesinambungan-nya dengan tradisi pra Islam di mana orang-orang Arab hadhari (kota) sering mengirim anak-anak mereka sejak bayi sampai usia mumayyiz ke pedalaman (perkampungan Arab badawi) guna memperoleh didikan yang lebih alami dan mampu berbahasa Arab secara lebih fasih. Bentuk pendidikan semacam ini disebut badiyah, yang dalam makna harfiahnya adalah dusun atau tempat tinggal orang-orang Arab pedalaman (badawi), namun dimaksudkan di sini sebagai pusat pendidikan bahasa Arab yang murni dan alami. Di masa Nabi dan khulafa al-Rasyidin, tradisi ini tidak begitu tampak lagi. Namun, pada masa Dinasti Umayah, tradisi ini kembali muncul, namun sifatnya tampak lebih terbatas di kalangan bangsawan, dan polanya pun sudah berubah, karena para pendidik yang diundang ke istana untuk mendidik anak-anak bangsawan di dalam istana. 
  4. Majelis Sastra
    Majelis sastra merupakan balai pertemuan yang disiapkan oleh khalifah dengan hiasan yang indah dan hanya diperuntukkan bagi sastrawan dan ulama terkemuka. Majelis sastra merupakan tempat diskusi membahas masalah kesusasteraan dan juga sebagai tempat berdiskusi mengenai urusan politik. Jadi, materi pendidikannya lebih khusus dan cenderung eksklusif. Perhatian penguasa Ummayyah memang sangat besar pada pencatatan kaidah-kaidah nahwu, pemakaian Bahasa Arab dan mengumpulkan Syair-syair Arab dalam bidang syariah, kitabah dan berkembangnya semi prosa, sehingga turut memicu keberlangsungan lembaga pendidikan yang berbentuk majelis sastra ini. Usaha yang tidak kalah pentingnya pada majelis-majelis sastra di masa Dinasti Umayyah ini adalah dimulainya penterjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam Bahasa Arab, seperti yang mulai dirintis ketika Khalid ibn Yazid memerintahkan beberapa sarjana untuk menerjemahkan karya-karya tulis dari bahasa Yunani dan Qibti (Mesir) ke dalam Bahasa Arab tentang ilmu Kimia, Kedokteran dan Ilmu Falaq. Aktivitas penerjemahan ini dimulai sejak zaman pemerintahan Yazid bin Mu’awiyah selaku khalifah II.
  5. Pendidikan Perpustakaan, pemerintah Dinasti Umayyah mendirikan perpustakaan yang besar di Cordova pada masa khalifah Al Hakam ibn Nasir
  6. Bamaristan, yaitu rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta tempat studi kedokteran. Cucu Muawiyah Khalid ibn Yazid sangat tertarik pada ilmu kimia dan kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan para sarjana yunani yang ada di Mesir untuk menerjemahkan buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa arab. Hal ini menjadi terjemahan pertama dalam sejarah sehingga al Walid ibn Abdul Malik memberikan perhatian terhadap bamaristan.

 

E. Tokoh-Tokoh Pendidikan Pada Masa Bani Umayyah

             Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulama yang menguasai bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain para ulama juga ada ahli bahasa/sastra.[16]

  • Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, yaitu: Mujahid, Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah. Pada masa tabi’in, tafsir Al-Qur’an bertambah luas dengan memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam. Di antara mereka yang termasyhur: Ka’bul Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij.
  • Ulama-ulama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis-hadis ialah: Abu Hurairah (5374 hadist), ‘Aisyah (2210 hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist), Jabir bin Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist).
  • Ulama-ulama ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih pada masa bani Umayyah di antaranya adalah : Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Masuruq AlAjda’, Al-Aswad bin Yazid. Kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakh’l (w. 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil As Sya’by (w.104 H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (w.120 H), guru dari Abu Hanafiah.
  • Ahli bahasa/sastra: Seorang ahli bahasa seperti Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab, menjadi pegangan dalam soal berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab jahiliahpun muncul kembali sehingga bidang sastra arab mengalami kemajuan. Di zaman ini muncul penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah (w.719), Jamil al-uzri (w.701), Qys bin Mulawwah (w.699) yang dikenal dengan nama Laila Majnun, Al-Farazdaq (w.732), Jarir (w.792), dan Al akhtal (w.710).

       Sesungguhnya di masa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, seperti dalam bidang keagamaan, sejarah dan filsafat. Dalam bidang yang pertama umpamanya dijumpai ulama-ulama seperti Hasan al-Basri, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan Wasil bin Ata. Pusat kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak. Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (w. 794/709) adalah seorang orator dan penyair yang berpikir tajam. Ia adalah orang pertama yang menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan kimia.

 


BAB III

PENUTUP

 

A. Kesimpulan

           Dinasti Umayyah adalah kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Mu'awiyah ibn Abi Sofyan berasal dari suku Quraisy keturunan Bani Umayyah. Berdirinya dinasti Bani Umayyah ini dilatarbelakangi oleh peristiwa tahkim pada perang Siffin. Kemajuan Bani Umayyah  dirasakan pada masa kepemimpinan Umar ibn Abd al-Aziz(717-720 M) .Dinasti Bani Umayyah berkuasa selama 90 Tahun, sejak 41 H/661 M sampai dengan 132 H/750 M

       Pendidikan pada masa bani Umayyah dapat dipahami dari sudut tiga pandang, yaitu materi pendidikan (aspek ontologis), bentuk pendidikan yang mencakup metode, anak didik, pendidik, instrumen, dan lingkungan (aspek epistemologis), dan tujuan pendidikan (aspek aksiologis). pendidikan yang berifat desentralisasi, artinya pendidikan tidak hanya terpusat di ibu kota Negara saja tetapi sudah dikembangan secara otonom di daerah yang telah dikuasai.

         Macam-macam ilmu yang berkembang pada masa dinasti bani umayyah di antaranya ada ilmu agama, ilmu sejarah dan geografi, ilmu filsafat, ilmu di bidang bahasa, ilmu kimia dan sebagainya.

        Adapun lembaga pendidikan yang terdapat pada masa dinasti bani umayyah yaitu ada kuttab, halaqah (masjid), pendidikan privat istana, majelis sastra, pendidikan perpustakaan, dan bamarsitan (sejenis rumah sakit).

      Ulama-ulama pendidikan pada masa dinasti umayyah mencakup berbagai bidang ilmu yang berkembang di masa itu misalnya saja di bidang ahli tafsir Ka’bul Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij. Ulama-ulama ahli Fiqh seperti Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Masuruq Al Ajda’, dan sebagainya. Pendidikan pada masa umayyah ini juga ditandai dengan berdirinya Pusat kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak.

B. Saran

         Demikianlah pembahasan makalah kami, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Kritik dan saran sangat pemakalah harapkan untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA

 

Al Abrasi, Athiyyah. 1993. Tarbiyah Al IslamiyahTerj. Bustami A. Ghani    Jakarta : Bulan Bintang

Ibnu Katsir. 2018. al-Bidayah wan Nihayah. Solo : Insan Kamil

Irfani, Fahmi. 2014. Potret Pendidikan Islam Di Masa Klasik (Dinasti Abbasyah Dan Ummayah)       Dalam Jurnal Fikrah 7 Vol 7, No 1

K. HittiPhilip1974History of the ArabsLondon: The Mac Millan Press

Langgulung, Hasan. 1992.  Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al- Husna

Masrul, Ahmad. 2015. Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Bani                    Ummayah,” Dalam Jurnal TARBIYA, Vol 1, No 1

Nata, Abuddin. 2014. Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta: Kencana

Nizar, Samsul. 2005. Sejarah Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam. PT.     Cuputat Press Group

Permana, Farid.  2018. Pendidikan Islam dan Pengajaran Bahasa Arab pada   Masa Dinasti            Umayyah. Dalam Jurnal Ilmiah Al-Qalam, Vol. 12, No. 2

Syalabi, Ahmad . 1973. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang

Yunus, Mahmud. 1992. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hidakarya Agung

 



[1] Farid Permana,  Pendidikan Islam dan Pengajaran Bahasa Arab pada Masa Dinasti Umayyah.

Jurnal Ilmiah Al-Qalam, Vol. 12, No. 2, 2018. hlm. 43

[2] Ibnu Katsiral-Bidayah wan Nihayah. (Solo : Insan Kami, 2018). hlm. 453 

[3] Abuddin Nata. Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014) hlm.127

[5] Samsul Nizar, Op cit, hlm. 57

[7] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1992), hlm. 33

[8] Philip K. Hitti, History of the Arabs, (London: The Mac Millan Press, 1974), hlm. 240

[9] Farid Permana,  Pendidikan Islam dan Pengajaran Bahasa Arab pada Masa Dinasti Umayyah.

   Jurnal Ilmiah Al-Qalam, Vol. 12, No. 2, 2018. hlm. 46-49

[10] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm: 131

[11] Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam. (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992). hal. 113

[12]Ahmad  Masrul, “Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Bani Ummayah,” Jurnal TARBIYA, Vol 1, No 1 (2015), hlm. 62-63

[13] Ahmad Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973) hal. 38

[14] Samsul Nizar, Sejarah Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, (PT. Cuputat Press Group,               2005) hal.7-8

[15] Athiyyah Al Abrasi, Tarbiyah Al Islamiyah, Terj. Bustami A. Ghani (Jakarta, Bulan Bintang,     1993) hal. 76

[16] Fahmi Irfani, “Potret Pendidikan Islam Di Masa Klasik (Dinasti Abbasyah Dan Ummayah)”       Dalam Jurnal Fikrah 7 Vol 7, No 1 (2014) , hal. 30-31

Komentar